Logika dan Perasaan

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Dalam hidup, manusia tak bisa lepas dari yg namanya logika dan perasaan. Semua pasti punya dua hal itu. Logika yang biasanya merupakan hasil dari pemikiran otak/akal, lebih mudah diterima nalar. Sering puls dianalogikan dengan hal-hal yg simpel. Ini sedikit bertolak belakang dengan perasaan. Perasaan itu berasal dari hati yg terkadang sulit diterima nalar bahkan sulit juga mengibaratkannya.
Pernahkah kalian ada di suatu situasi dimana logika dan perasaan kalian saling bertentangan? Lalu apa yg akan kalian lakukan untuk mengatasinya? Menurutku itu merupakan posisi yg dilematis. Di satu sisi logika kita mengatakan A. Tapi di sisi lain, perasaan kita mengatakan B. Jika ini terjadi, tentunya kita dituntut untuk bisa bersikap sebijak mungkin. Mengambil jalan tengah di antara keduanya. Jalan berdasarkan logika yg bilang A tanpa harus membohongi diri sendiri bahwa perasaan kita udah bilang B. Atau lebih mempertimbangkan kira-kira mana yg paling kuat, logika atau perasaan. Memang rumit, tapi itu adalah pilihan. Jadi semuanya kembali ke kita sendiri.
Banyak orang yang berpendapat kalau cowok itu lebih sering pake logika sedangkan cewek itu lebih sering pake perasaan. Sepertinya hal itu benar,setuju… Makanya kenapa cewek lebih sering dicap “ribet”. Itu karena dalam melakukan sesuatu cewek lebih memperhatikan dan selalu melihat dari sisi perasaan. Beda dengan cowok, cowok lebih terkenal dengan ke-“simpel”-annya yang semua itu dari pikiran/logikanya. Contohnya, pasti kita lebih sering lihat dua orang cewek gandengan tangan di jalan dan jarang banget lihat dua cowok gandengan tangan di jalan. Lalu apa hubungannya? Ada loh…
Mungkin dalam pikiran cewek, gandengan tangan secara tidak langsung merupakan suatu cara untuk menyalurkan kekuatan kepada sahabatnya. Kalau cowok, mungkin mereka berpikir, “selama masih bisa berdiri tegak sendiri-sendiri, untuk apa gandengan tangan, risih banget”. Hhhhmmm…gampang-gampang susah sih sebenarnya kalau dipahami.
Kalau dituangkan dalam suatu hubungan, terkadang perasaan dan logika ini dapat menimbulkan masalah di antara keduanya. Jadi merasa tidak satu frame lagi. Contohnya mungkin seperti cerita dari buku yg pernah aku baca, judulnya “Ya Allah,Aku Jatuh Cinta”. Tapi di cerita itu situasinya keduanya sudah menikah. Wah,contoh yg berlebihan. Tapi bagus banget ceritanya,dalem….
Setelah beberapa lama menikah, si istri merasa kalau si suami sudah tidak perhatian dan tidak sayang lagi kepada istrinya seperti dulu. Sampai suatu saat si istri berkata pada si suami, sebagai bukti kasih sayangnya, ia diminta untuk memetikkan bunga di gunung, tapi apabila dia memetik bunga itu dia pasti akan mati. Akhirnya si suami menjawabnya dengan sepucuk surat. Ia menjawab kalau ia tidak akan pergi untuk memetik bunga itu. Bukan karena ia tidak menyayangi istrinya lagi tapi justru karena ia masih sangat menyayangi istrinya itu. Kalau dia benar-benar pergi memetik bunga dan mati karenanya, dia tidak akan tega meninggalkan istri yg sangat disayanginya larut dalam kesedihannya seorang diri. Selama ini ia selalu menjaga matanya agar suatu saat nanti ketika mata si istri tak lagi bisa melihat jelas, ia bisa menjadi penuntun bagi istrinya. Ia selalu menjaga kedua tangannya agar suatu saat nanti ketika istrinya lelah setelah melakukan pekerjaan rumah tangga, ia bisa memijit kaki istrinya dengan kedua tangannya. Ia selalu bersabar menunggu di rumah ketika istrinya pergi berbelanja agar suatu saat nanti ketika istri tersesat di tengah jalan, si istri bisa menelepon ke rumah dan suami siap untuk menjemputnya. Si suami menyayangi istrinya dengan caranya sendiri yang mungkin sama sekali tidak disangka oleh si istri. Ternyata selama ini tanpa disadari si istri, si suami masih sangat menyayanginya. Bahkan lebih dari yang dia kira.
Tahu hubungan cerita di atas dengan tulisan ini? Yuppy…
Intinya, terjadi salah paham karena berbeda sudut pandang antara keduanya. Perempuan lebih condong ke perasaan dan laki-laki lebih condong ke logikanya. Tapi yang harus diperhatikan, dibalik perbedaan itu, ada satu tujuan yang pada dasarnya sama. Selama iytu dalam kapasitas wajar, sebenarnya tidak bisa dikatakan salah dan tidak bisa pula dikatakan benar. Sekali lagi, tergantung bagaimana kita menyikapinya.
Kalau kalian sendiri, termasuk yg lebih sering pakai logika, perasaan, atau merasa sudah bisa mengambil jalan tengah di antara keduanya?

-istrina yg punya blog-
(InsyaAllah ; Amin)

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Newer Post Older Post

2 Responses to “Logika dan Perasaan”

Anonymous said...

Kalau aq justru lagi bingung mau pakai cara yang mana !!! LOGIKA or PERASAAN. Walaupun pada dasarnya perempuan memang di lahirkan utk sll berpikir dng naluri perasaan, tp kadang2 cwo menuntut kita utk berpikir secara logika. Kalau sudah begitu aq sbgi perempuan jadi bingung, bahkan pernah menjadi orang lain bukan diri sendiri.

Mungkin cerita itu hanya 1001 di dalam dunia ini, jadi bisa kasih solusinya ????


"sedikit curcol" :)

Anonymous said...

bagaimana menggunakan logiak dan perasaan sesuai dengan waktu yang tepat???