Ekuivalensi Cinta dan Berkendara

Kau tau aku mencintaimu.

Kau tau aku menginginkanmu.

Tak perduli apa yang telah kau lakukan.

Tak perduli semua itu.

Bagiku, cinta itu ibarat mengendarai kendaraan.

Fokus adalah kunci utama.

Saat kita mengendarai kendaraan, kita harus fokus pada jalan yang kita lalui.

Tetap memandang ke depan, ke jalan yang akan kita lalui.

Memang, kita tak bisa mengabaikan spion yang membantu kita melhita kondisi di belakang.

Tapi spion bukanlah hal utama.

Hanya sesekali kita perlu memperhatikannya.

Selebihnya kita harus tetap menatap ke depan.

Sayangku, aku pun begitu adanya.

Yang lalu biarlah itu menjadi masa lalu.

Sesekali kita memang perlu mengingatnya, sebagai pembelajaran.

Tapi, jika dengan mengingatnya akan membuat kita terluka, maka akan kuhapus semua kenangan buruk yang pernah ada.

Tak akan kuingat barang sedetikpun.

Sayangku, tataplah jalanan itu.

Pandangi hamparan yang terpampang di depan kita.

Jalan kita masih panjang.

Ini bukan akhir dari semuanya.

Ini adalah awal.

Awal yang berat, akupun merasakan sakitnya.

Tapi kita bisa jika bersama.

Jangan melihat ke belakang.

Aku kini di sampingmu.

Tak akan menjauh, hingga kau lengah dan goyah.

Kini, kapanpun itu, kita akan bersama.

Kan ku genggam tanganmu.

Ku genggam sembari kita melangkah bersama.

Sayangku...

Aku mencintaimu...



Newer Post Older Post

4 Responses to “Ekuivalensi Cinta dan Berkendara”

odhiet said...

tulisanmu yg ini sukses bikin ak mewek T.T

menek_deui said...

host to mbak..

ho'o ix...
aku yo nyaris mewek..
tiba tiba aku jadi romantis setelah melihat poto itu...
hehehehe...
matur tengkyu ya mbak...

Anonymous said...

hoho..

fotonya sweet banget chy
*romaaaaaaaaanteeees :)

menek_deui said...

host to mimi..

itu yang punya poto komen paling atas mimi...
yang poto saya..