Bangsa Batik
Di sebuah pesta..
Si Sexy : selamat
ulang tahun ya, semoga kedepannya makin sukses, makin go public..
Si Kusam : oh iya,
makasih, amin..
Si Glamor : coba deh
di kedepannya ganti mode, warna gelap kan ga asik diliat.
Si Formal : iya,
gimana bisa dilirik kalo ga berusaha mempercantik diri.
Si Sexy : nih liat
aku, ketika aku jalan, pasti banyak yang memperhatikanku.
Si Kusam :
*memandang penampilan sahabatnya itu, namun hanya terdiam dan
bergumam dalam hati* 'iya juga ya, mata pasti tertuju ke
dia'.
Si Formal : tak ada
urusan bisnis yang gagal kalo kamu berpenampilan seperti ini..
Si Kusam : hahaha..
*dia tertawa, tertawa dalam pedih*
Si Glamor : ketika
kamu berada di lingkungan orang orang berdompet tebal, aku jamin tak
ada yang mengabaikanmu jika saja kau memakai style ku.
Si Kusam : jadi aku
ini kelihatan kuno ya?
Si Formal : coba aja
nilai diri kamu sendiri di depan kaca.
Si Kusan tertunduk
lesu setelah mendengar opini dari kawan kawannya.
Selesai acara, dia
segera menuju kamarnya, berdiri mematung, mengamati dengan seksama
sebuah bentuk, mengamatinya dari atas sampai bawah, dia memperhatikan
detil dirinya yang terpampang di cermin.
Di lubuk hati dia
berujar 'iya, aku nampak kusam, delap, kuno dan itu semua membuatku
kurang menarik'.
Tak sadar, air mata
tertetes, membayangkan dirinya tak lagi dianggap, karena
penampilannya.
Dalam ketermenungan,
dia tak menyadari kehadiran ibunya yang kini telah berdiri tepat di
sampingnya.
Melihat anaknya
menangis sang ibu bertanya “Ada apa? Kenapa ada air mata?”
Terperanjat, sejenak
dia yang sedang menyelam dalam pilu kembali terhempas ke dunia nyata.
“Ah, tidak, bu,
hanya sedang berpikir saja.”
“Ada yang
mengganggu pikiranmu nak?”
“Bu, apa kita
ini memang terlihat kuno? Tidak dilirik oleh orang lain? Tidak pantas
menjadi pusat perhatian?”
“Ha? Apa
maksudmu nak? Ibu belum paham. Coba ceritakan pada ibu masalahmu.”
Ragu ragu, Si Kusam
ragu ragu, apakah dia harus menceritakan masalahnya ke sang ibu.
“Hm.. Begini bu,
aku..” kata katanya terhenti, terjerat di mulut.
“Iya?”
“Aku malu bu..”
“Malu?
“Malu bu, malu
pada penampilanku. Teman teman bilang aku tidak menarik, aku gelap,
aku kuno.”
“Gelap? Kuno?
Hahaha.. Ada ada saja kamu ini nak. Kenapa kamu berpikir demikian?”
“Karena memang
tak ada yang memperhatikanku bu, kata kata mereka benar, aku tak
digubris, aku dikesampingkan.”
“Dikesampingkan?”
“Iya bu, aku
seperti kalah keren dengan mereka. Aku seperti makhluk peninggalan
purba. Ketinggalan jaman bu.”
“Ayo ikut ibu,
ada yang mau ibu tunjukan.”
“Ha? Apa bu?”
“Ikutlah saja”
Di ruang tamu..
“Coba lihat foto
ini nak. Ini kakek buyutmu.”
“Iya bu, dan ini
kakek.”
“Lihat, ini
siapa?”
“Itu ayah bu,
ayah dikenakan oleh bapak presiden.”
“Iya, tepat
sekali. Kini kamu mengerti nak?”
“Mengerti apa
bu?”
“Nak, apa semua
orang menghormati presiden?”
“Iya bu, tentu
saja”
“Semua orang
memandangnya, semua orang menghormatinya. Beliau adalah orang yang
dituntut bisa menjadi sosok panutan. Untuk menjadi panutan, salah
satu caranya dengan berpenampilan baik nak.”
“Iya bu.”
“Lihat,
mayoritas foto foto presiden ini, ayahmu selalu bersamanya. Kenapa
begitu?”
“Kenapa bu?”
“Karena ayahmu
pantas berada di sana dan dikenakan oleh presiden. Kita nak, sebagai
Bangsa Batik, bukanlah bangsa yang kuno, dan tidak menarik. Sebagai
bukti, dari kakek buyutmu, sampai ayahmu, mereka selalu setia
dikenakan oleh presiden. Kita ini budaya nak. Kita budaya asli negeri
ini. Memang kita kalah keren dengan kawan kawanmu, yang merupakan
Bangsa Formal, Bangsa Sexy serta Bangsa Glamor. Tapi ingat nak, kita
memiliki nilai historis tinggi, kita memiliki akar budaya yang
terikat erat dengan negeri ini. Kita bukan orang biasa, kita adalah
bangsawan.”
“Benarkah bu
kita bangsawan?”
“Tentu saja nak.
Di negeri ini, para manusia telah menyadari keberadaan kita,
keberadaan yang sempat dipinggirkan. Bahkan nak, kini mereka memberi
apresiasi tinggi bagi kita, yaitu hari bangsa kita, Hari Batik
Nasional.”
“Hari batik
nasional? Benarkah manusia membuat hari itu untuk kita bu?”
“Iya nak, mereka
memperingatinya pada tanggal 2 Oktober pada sistem penanggalan
mereka. Apakah kawan kawanmu memiliki hari kusus untuk mereka?”
“Setauku tidak
pernah bu, mereka tidak pernah menyebutkan ada hal seperti itu.”
“Jadi, apa kini
kamu sudah paham nak?”
“Iya bu, aku
paham... Bu, apakah mungkin, kita bisa dikenakan oleh seluruh orang
di dunia? Aku ingin membuktikan pada dunia kalau bangsa kita, Bangsa
Batik tidaklah sekuno danterpinggirkan seperti yang mereka kira.”
“Tentu saja bisa
nak, pasti bisa. Untuk itu, bersoleklah. Bersoleklah sebaik mungkin.
Tapi ingat nak, jangan meninggalkan karakteristik bangsa kita, Bangsa
Batik.”
“Iya bu, aku
mengerti. Aku akan bersolek, aku akan membuktikan dan menunjukan pada
dunia keindahan kita.”
“Betul nak,
lakukanlah, buat bangsa kita bangga, dan buat negeri ini bangga nak.”
“Iya bu,
pasti..”
6 Responses to “Bangsa Batik”
Hiduuuuup batiiiiik (/>o<)/
host to cici..
hidup batik.. mana nih foto cici pake batiknya??
semangat untuk membudayakan batik.....
Hehe ada ya bangsa batik? Lucu ceritanya...
budayakan batik terus sampai dunia.,.,., karena batik adalah pakain asli dari indonesia.,.,.,
batik memilliki nilai historis yang tinggi
Post a Comment